SEJARAH DEMOKRASI LIBERAL (1950-1959)
MASA PEMERINTAHAN DEMOKRASI LIBERAL ( 1950-1959 )
Demokrasi Liberal juga disebut
sebagai Demokrasi Parlementer memiliki ciri sebuah negara yang dipimpin oleh
perdana menteri bersama presiden yang menjabat sebagai kepala negara. Pada masa
Demokrasi Liberal, parlemen memiliki peran yang sangat penting karena menjadi
perpanjangan tangan dari rakyat yang ikut dalam perpolitikan negara. Selain
itu, kabinet diperbolehkan melakukan kritik kepada pemerintah apabila tidak
setuju terhadap kebijakan pemerintah.
Demokrasi Liberal juga disebut
sebagai Demokrasi Parlementer memiliki ciri sebuah negara yang dipimpin oleh
perdana menteri bersama presiden yang menjabat sebagai kepala negara. Pada masa
Demokrasi Liberal, parlemen memiliki peran yang sangat penting karena menjadi
perpanjangan tangan dari rakyat yang ikut dalam perpolitikan negara. Selain
itu, kabinet diperbolehkan melakukan kritik kepada pemerintah apabila tidak
setuju terhadap kebijakan pemerintah.
Ciri-Ciri Demokrasi Liberal
Adanya Kebebasan Individu
Salah satu ciri pertama dari
sistem demokrasi liberal adalah kebebasan individu, termasuk dalam hal politik.
Di Indonesia, implementasi dari kebebasan politik ini tercermin dari keberadaan
banyak partai politik pada sistem demokrasi liberal pada masa itu. Misalnya,
terdapat lebih dari 3 partai yang menganut asas Islam, yaitu NU, Masyumi,
Pergerakan Tarbiyah Indonesia, dan PSI. Karena kebebasan individu harus
diberikan fasilitas, maka munculnya banyak partai politik menjadi suatu hal
yang wajar.
Kekuasaan Pemerintah
Terbatas
Dalam demokrasi liberal,
kekuasaan pemerintah dibatasi agar tidak terpusat pada kelompok tertentu saja.
Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan kekuasaan antara pihak-pihak
yang terlibat. Sehingga, sistem check and balance dapat diterapkan secara efektif.
Masyarakat Berpartisipasi
Dalam Politik
Salah satu ciri dari sistem
demokrasi liberal di Indonesia adalah partisipasi politik yang terbuka untuk
seluruh masyarakat tanpa memandang latar belakang mereka. Hal ini terlihat pada
Pemilu 1955, yang merupakan pemilu pertama di Indonesia, di mana pesertanya
sangat beragam, termasuk partai-partai seperti PKI, PSI, Acoma, Murba, dan juga
individu-individu lainnya.
Periode Pemilu Dilaksanakan
Pada Waktu Tertentu
Dalam sistem demokrasi liberal di
Indonesia, pemilihan umum dilaksanakan secara terjadwal dan rahasia. Pemilu ini
memiliki peran penting sebagai sarana bagi partai politik untuk memperebutkan
kursi di pemerintahan.
Suara Mayoritas Bisa
Membentuk Hukum
Ciri terakhir dari sistem
demokrasi liberal di Indonesia adalah bahwa pemerintah dapat membuat
undang-undang sesuai dengan suara mayoritas parlemen. Sistem pemerintahan
dipimpin oleh seorang perdana menteri. Pada umumnya, perdana menteri berasal
dari partai politik yang memenangkan pemilu.
Namun, dalam demokrasi liberal,
banyak kebijakan yang dapat berubah, terutama karena seringnya terjadi
pergantian kabinet. Dalam kurun waktu 9 tahun saja, kabinet di Indonesia sudah
mengalami pergantian sebanyak 7 kali.
Kelebihan Sistem Demokrasi
Liberal
Kekuasaan pemerintah yang
terbatas pada sistem demokrasi liberal mempermudah pengawasan terhadap
kebijakan pemerintah, serta memungkinkan pengelolaan perbedaan pandangan di
antara partai politik. Namun, terlalu banyaknya partai politik juga dapat
menjadi kekurangan karena dapat menyebabkan dampak negatif dalam kawasan
politik.
Kekurangan Sistem Demokrasi
Liberal
Pembentukan partai politik pada
sistem politik tertentu cenderung berfokus pada bagaimana mempertahankan
kekuasaan daripada pembuatan kebijakan yang stabil. Padahal, stabilitas politik
juga sangat penting bagi keberlangsungan negara.
Jenis Demokrasi Liberal
Terdapat tiga jenis demokrasi
liberal, berikut ulasannya:
Demokrasi Liberal De Facto
Demokrasi liberal kadang-kadang
merupakan bentuk pemerintahan de facto, sementara bentuk-bentuk lain pun secara
teknis demikian. Misalnya, meskipun Kanada memiliki monarki, namun sebenarnya
pemerintahannya dijalankan oleh Parlemen yang dipilih secara demokratis.
Sementara itu, di Inggris Raya,
meskipun kedaulatan sebenarnya berada di tangan raja yang turun-temurun, namun
kekuasaan de facto (legislatif) berada pada rakyat, yang diwakili oleh anggota
Parlemen yang dipilih secara demokratis. Itulah sebabnya sistem pemerintahan
tersebut disebut sebagai demokrasi.
Representasi Proposional
Sistem pemilihan dengan
pluralitas suara menentukan perwakilan berdasarkan mayoritas suara di setiap
wilayah. Jika seorang calon independen atau partai politik memperoleh suara
terbanyak, maka mereka akan memenangkan kursi yang mewakili wilayah tersebut.
Selain itu, ada juga sistem
pemilihan demokratis lainnya, seperti berbagai bentuk representasi proporsional
yang menentukan kursi berdasarkan proporsi suara yang diperoleh oleh partai
tertentu di wilayah tertentu atau secara nasional.
Presidensial dan
Parlementer
Sistem pemerintahan presidensial
merujuk pada pemilihan cabang eksekutif dan legislatif secara terpisah. Di sisi
lain, sistem parlementer bergantung pada dukungan dari parlemen secara langsung
atau tidak langsung.
Sejarah Demokrasi Liberal di Indonesia
Pada bulan Oktober 1945, Wakil
Presiden Mohammad Hatta mengeluarkan Maklumat Wakil Presiden No. X, menyatakan
bahwa Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) akan menjalankan tugas legislatif
sebelum MPR/DPR terbentuk. Dengan langkah ini, KNIP menjadi lembaga setara
dengan lembaga kepresidenan, bukan lagi sebagai lembaga pembantu presiden.
Di bawah kepemimpinan Sutan
Sjahrir, KNIP berhasil mendorong Wakil Presiden Hatta untuk menerbitkan
Maklumat Pemerintah pada 13 November 1945 tentang pendirian partai politik dan
pada 14 November 1945 tentang pemberlakuan Kabinet Parlementer. Dengan maklumat
tersebut, Indonesia mengadopsi sistem parlementer di mana presiden hanya
sebagai kepala negara dan simbol, sementara urusan pemerintahan diserahkan
kepada perdana menteri. Sjahrir terpilih sebagai Perdana Menteri Indonesia
pertama. Setelah RIS dibubarkan, sejak tahun 1950, Indonesia menerapkan
demokrasi parlementer-liberal dengan meniru sistem parlementer Barat. Masa ini
dikenal sebagai Masa Demokrasi Liberal, di mana Indonesia terbagi menjadi 10
provinsi yang memiliki otonomi berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara 1950
(UUDS 1950) yang bersifat liberal.
Secara umum, demokrasi liberal
diartikan sebagai sistem pemerintahan yang menekankan perwakilan atau
representatif dalam demokrasi. Konstitusi ini menetapkan pemerintahan Republik
Indonesia yang dipimpin oleh dewan menteri (kabinet) di bawah kepemimpinan
perdana menteri, yang bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
Pada saat penerapan demokrasi
parlementer, Indonesia memiliki berbagai partai politik, seperti PNI, PKI,
Masyumi, NU, Partai Murba, Partai Katolik, Parkindo, Partai Buruh, PSII, dan
PSI. Sistem multi partai pada masa demokrasi liberal mendorong munculnya
beragam partai politik dengan ideologi dan tujuan politik yang berbeda. Kabinet
yang memerintah, yaitu:
1.
Kabinet Natsir (6 September 1950-21 Maret 1951)
2.
Kabinet Sukiman (27 April 195-3 April 1952)
3.
Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
4.
Kabinet Ali Sastroamidjojo I (31 Juli 1953-12
Agustus 1955)
5.
Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 -3
Maret 1956)
6.
Kabinet Ali Sastroamidjojo II (20 Maret 1956-4
Maret 1957)
7. Kabinet Djuanda (9 April 1957 - 5 Juli 1959)
Namun, setelah hampir 9 tahun berlangsung, UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal terbukti
tidak sesuai dengan kehidupan politik yang kompleks dan beragam di Indonesia. Pada tanggal 5 Juli
1959, Presiden Soekarno mengumumkan dekrit presiden mengenai pembubaran Dewan Konstituante
dan kembalinya berlakunya UUD 1945.
Tidak ada komentar