Header Ads

ads header

Breaking News

SISTEM TANAM PAKSA DI INDONESIA

Tanam paksa adalah era paling eksploitatif dalam praktik ekonomi Hindia Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC karena ada target penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada zaman VOC wajib menjual komoditas tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal Hindia Belanda pada 1835 hingga 1940.

Akibat sistem yang memakmurkan dan menyejahterakan negeri Belanda ini, Van den Bosch selaku penggagas dianugerahi gelar Graaf oleh raja Belanda, pada 25 Desember 1939.

Mari mengetahui pengertian sistem tanam paksa, latar belakangnya, aturan - aturannya dan dampaknya 

1. Pengertian sistem tanam paksa 

    Sistem tanam paksa adalah sistem yang mengharuskan rakyat melaksanakan proyek penanaman tanaman ekspor di bawah paksaan pemerintah kolonial sejak tahun 1830. Sistem tanam paksa pada masa penjajahan Belanda disebut cultuurstelsel. Istilah cultuurstelsel sebenarnya berarti sistem tanaman (culture system atau cultivation system).

Cultuurstelsel sebenarnya berarti kewajiban rakyat (Jawa) untuk menanam tanaman ekspor yang laku dijual di Eropa. Rakyat pribumi menerjemahkan cultuurstelsel dengan sebutan tanam paksa karena pelaksanaannya dilakukan dengan pemaksaan. Pelanggar tanam paksa dikenakan hukuman fisik yang berat, seperti dikutip dari buku Sejarah untuk Kelas 2 SMA oleh M. Habib Mustopo.

Tanam Paksa adalah salah satu kebijakan dari pemerintah kolonial Belanda dari tahun 1830 sampai dengan 1870. Sistem Tanam Paksa ini membebankan petani dan rakyat yang tidak memiliki lahan, karena pengerjaan sistem ini mengerahkan masyarakat untuk menanam tanaman yang laku di Eropa.

Petani yang awalnya punya waktu lebih banyak untuk bertani, dibebankan untuk menanam tanaman-tanaman tersebut. Makanya, rakyat pribumi mengartikan cultuurstelsel dengan sebutan tanam paksa karena pengerjaan penanaman tersebut dilakukan secara terpaksa dan bukan suka rela.

2. Latar belakang 

Sistem tanam paksa pemerintah kolonial Belanda dilaksanakan karena sejumlah peristiwa dan kondisi saat itu, di antaranya sebagai berikut:

1. Belanda menghabiskan biaya yang besar karena terlibat dalam peperangan di masa kejayaan Napoleon Bonaparte di Eropa

2.   Terjadinya Perang Kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari Belanda pada 1830.

3.   Belanda menghabiskan biaya hingga sekitar 20 juta gulden untuk menghadapi Perang Diponegoro (1825-1830). Perang Diponegoro adalah perlawanan rakyat jajahan termahal bagi Belanda.

4.      Kas negara Belanda kosong dan utang yang ditanggung Belanda cukup berat.

5.      Pemasukan uang dari penanaman kopi tidak banyak.

6.      Kegagalan upaya mempraktikkan gagasan liberal (1816-1830) dalam mengeksploitasi tanah jajahan agar memberikan keuntungan yang besar bagi negeri induk (Belanda).

Tokoh pencetus sistem tanam paksa adalah van den Bosch. Usul cultuurstelsel membuat van den Bosch diangkat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Tugas utama van den Bosch adalah mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari negeri jajahan untuk mengisi kas Belanda yang kosong dan membayar utang-utang Belanda.

Sistem Tanam Paksa di Jawa

Tujuan tanam paksa adalah merangsang produksi dan ekspor komoditas pertanian yang laku di pasar dunia. Untuk menyukseskan cultuurstelsel, pemerintah kolonial memberikan pinjaman uang pada orang-orang yang bersedia membangun pabrik atau penggilingan.

Pemerintah kolonial Belanda juga menyediakan batang tebu mentah dan tenaga kerja untuk pengusaha tebu. Perluasan tanaman dagang untuk pasar dunia mendorong munculnya modal swasta dengan jumlah besar. Modal swasta ini memunculkan masalah-masalah lain dalam pelaksanaan tanam paksa.

 3.  peraturan tanam paksa

Peraturan pokok sistem tanam paksa terdapat dalam lembaran negara Staatblad Tahun 1834 No. 22. Aturan ini diterbitkan beberapa tahun setelah tanam paksa dijalankan di Pulau Jawa. Aturan tanam paksa yaitu:



1.   Persetujuan-persetujuan akan diadakan dengan penduduk agar mereka menyediakan sebagian dari tanahnya untuk penanaman tanaman ekspor yang dapat dijual di pasar Eropa.

2.   Tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan tersebut tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki pend duduk untuk tujuan tersebut tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa

3.   Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman tersebut tidak boleh melebihi pekerjaan untuk menanam tanaman padi

4.     Tanah yang disediakan penduduk tersebut bebas dari pajak tanah

5.      Hasil tanaman diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Jika harganya ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, kelebihan tersebut diberikan kepada pendudukan.

6.      Kegagalan panen yang bukan karena kesalahan petani akan menjadi tanggungan pemerintah.

7.  Bagi yang tidak memiliki tanah akan dipekerjakan pada perkebunan atau pabrik-pabrik milik pemerintah selama 65 hari setiap tahun.

8.      Pelaksanaan tanam paksa diserahkan kepada pemimpin-pemimpin pribumi. Pegawai-pegawai Eropa bertindak sebagai pengawas secara umum.


4. Penyimpagan tanam paksa

Penyimpangan dalam sistem tanam paksa membuat praktik aturan pokok tanam paksa pada kenyataannya jauh lebih merugikan rakyat. Penyimpangan dalam sistem tanam paksa adalah sebagai berikut:

1.  Pelaksanaan cultuurstelsel seharusnya sukarela, tetapi dilaksanakan dengan cara-cara paksaan. Pemerintah kolonial Belanda memanfaatkan bupati dan kepala desa untuk memaksa rakyat agar menyerahkan tanah mereka.

2.  Luas tanah yang disediakan penduduk lebih dari seperlima. Seringkali adalah sepertiga hingga seluruh tanah desa agar memudahkan pengerjaan, pengairan, dan pengawasan oleh pemerintah kolonial Belanda.

3.  Pengerjaan tanaman ekspor seringkali jauh melebihi pengerjaan tanaman padi. Penduduk juga  dikerahkan untuk menggarap perkebunan yang letaknya jauh dari desa mereka selama tujuh bulan. Para penduduk tidak terurus dan tanah pertanian mereka terbengkalai.

4.     Pajak tanah masih dikenakan pada tanah yang digunakan untuk proyek tanam paksa.

5.     Kelebihan hasil panen setelah diperhitungkan dengan pajak tidak dikembalikan pada petani.

6.     Kegagalan panen menjadi tanggung jawab petani. 

7.   Buruh dijadikan tenaga paksaan seperti yang terjadi di Rembang, Jawa Tengah. Sebanyak 34.000 keluarga selama 8 bulan setiap tahun diharuskan mengerjakan tanaman dagang dengan upah sangat kecil. Rakyat juga harus menyerahkan balok, bambu, dan kayu untuk pembuatan bangunan yang akan digunakan untuk tanaman tembakau.


Untuk memastikan bupati dan kepala desa mengerjakan tugasnya pada sistem tanam paksa, pemerintah kolonial memberi suap berupa cultuur procenten. Cultuur procenten adalah sistem pemberian hadiah untuk bupati dan kepala desa yang bisa menyerahkan hasil panen warganya melebihi ketentuan yang ditetapkan penjajah.

5. Dampak sistem tanam paksa

Dampak positif tanam paksa bagi penduduk jawa adalah dikenalkannya tanaman-tanaman ekspor yang laku di dunia. Karena, kebanyakan dari tanaman ekspor tersebut bukan asli dari Indonesia. Misalnya nih, kopi berasal dari Afrika dan teh yang berasal dari Asia Timur (Cina, Korea, dan Jepang).

Walaupun dua tanaman itu sudah ada jauh sebelum tanam paksa, kebijakan ini memberikan alternatif dan pengetahuan bagi para petani lokal untuk membudidayakan bibit dan tanaman ekspor ini dengan iklim dan tanah di Jawa. Tentunya hal ini menjadi dampak positif tanam paksa karena budidaya tanaman ekspor tersebut terus berlangsung.

Di sisi lain, dampak negatif dari tanam paksa adalah sistem yang sangat membebankan pada rakyat dan para pekerja. Uang yang dihasilkan dari tanam paksa langsung menjadi milik negara Belanda dan tidak langsung terasa oleh rakyat biasa yang mungkin mendapatkan upah kecil.

Hal ini yang kemudian menjadi perhatian kaum liberal di Belanda. Mereka merasa bahwa apa yang terjadi di Hindia Belanda merupakan satu bentuk kenyiksaan bagi rakyat jajahan. Beberapa dari mereka kemudian mengusulkan untuk memberikan pendidikan bagi masyarakat Hindia Belanda.

 

Tidak ada komentar