PERLAWANAN RAKYAT INDONESIA TERHADAP PENJAJAHAN BANGSA BARAT
⚔️ Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Penjajahan
Perlawanan rakyat Indonesia terhadap bangsa Barat (terutama Portugis, VOC/Belanda, dan Inggris) merupakan rentetan perjuangan yang panjang, ditandai dengan perubahan strategi seiring berjalannya waktu.
1. Perlawanan Sebelum Abad ke-20 (Perlawanan Fisik Tradisional)
Pada periode ini (abad ke-16 hingga akhir abad ke-19), perlawanan rakyat Indonesia umumnya memiliki ciri-ciri tradisional dan bersifat kedaerahan (lokal).
Ciri-Ciri Perlawanan Tradisional:
Bersifat Lokal: Perjuangan terbatas di daerah masing-masing dan kurang adanya koordinasi antardaerah.
Tergantung Pemimpin: Keberhasilan perlawanan sangat bergantung pada karisma dan kepemimpinan tokoh (Raja, Sultan, atau Ulama). Jika pemimpin tertangkap/gugur, perlawanan cenderung meredup.
Kalah Persenjataan: Menggunakan senjata tradisional (keris, tombak, bambu runcing) melawan persenjataan modern bangsa Barat.
Strategi Adu Domba (Devide et Impera): Penjajah sering menggunakan taktik ini untuk memecah belah persatuan di antara kerajaan/pemimpin pribumi.
Contoh-Contoh Perlawanan Penting:
| Perang/Perlawanan | Tokoh Pemimpin | Periode | Latar Belakang Utama |
| Perlawanan Maluku | Sultan Baabullah (Ternate) | 1575 | Melawan Portugis yang memonopoli rempah-rempah dan mencampuri urusan kerajaan. |
| Perlawanan Mataram | Sultan Agung Hanyokrokusumo | 1628 & 1629 | Melawan VOC yang mendirikan loji di Batavia dan menghalangi pelayaran Mataram. |
| Perlawanan Makassar | Sultan Hasanuddin | 1666–1669 | Melawan VOC yang berusaha memonopoli perdagangan di Sulawesi Selatan. Sultan Hasanuddin dikenal sebagai "Ayam Jantan dari Timur". |
| Perang Pattimura | Thomas Matulessy (Kapitan Pattimura) | 1817 | Melawan kembali berkuasanya Belanda yang memonopoli rempah-rempah dan memberlakukan kerja rodi di Maluku. |
| Perang Padri | Tuanku Imam Bonjol | 1821–1837 | Awalnya perang saudara (Kaum Padri vs Kaum Adat), kemudian bersatu melawan Belanda yang memanfaatkan konflik tersebut. |
| Perang Diponegoro | Pangeran Diponegoro | 1825–1830 | Perlawanan terbesar di Jawa, dipicu oleh campur tangan Belanda dalam urusan Kesultanan Yogyakarta dan pembangunan jalan di atas makam leluhur. Pangeran Diponegoro menggunakan taktik Perang Gerilya. |
| Perang Aceh | Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Cut Nyak Meutia | 1873–1904 | Perlawanan terlama, melawan upaya Belanda untuk menguasai Aceh. |
2. Perlawanan Setelah Abad ke-20 (Pergerakan Nasional)
Kekalahan berulang kali dalam perlawanan fisik tradisional melahirkan kesadaran baru. Setelah tahun 1908 (Kebangkitan Nasional), strategi perlawanan bergeser menjadi modern dan bersifat nasional. Perubahan ini difasilitasi oleh kebijakan Politik Etis Belanda, terutama program Edukasi, yang melahirkan kaum terpelajar.
Ciri-Ciri Perlawanan Modern:
Organisasi Modern: Perjuangan dilakukan melalui organisasi formal dengan AD/ART yang jelas.
Bersifat Nasional: Tujuan utamanya adalah kemerdekaan seluruh Indonesia, bukan hanya kemerdekaan daerah.
Perjuangan Politik dan Diplomasi: Menggunakan jalur politik, petisi, tulisan, pendidikan, dan diplomasi internasional.
Kepemimpinan Kaum Terpelajar: Dipimpin oleh kaum intelektual, dokter, guru, dan sarjana.
Bentuk-Bentuk Perjuangan Modern:
| Bentuk Perjuangan | Organisasi/Tokoh | Tahun Berdiri | Fokus Utama |
| Perjuangan Pendidikan & Sosial | Budi Utomo (dr. Soetomo) | 1908 | Pendidikan dan kebudayaan, menandai Kebangkitan Nasional. |
| Perjuangan Massa & Ekonomi | Sarekat Islam (SI) (H.O.S. Cokroaminoto) | 1912 | Ekonomi (melawan monopoli Tionghoa) dan berkembang menjadi gerakan politik massa. |
| Perjuangan Radikal Politik | Indische Partij (IP) (Tiga Serangkai: Douwes Dekker, Cipto Mangunkusumo, Ki Hajar Dewantara) | 1912 | Secara terang-terangan menuntut kemerdekaan dan mendirikan persatuan pribumi dan Indo-Belanda. |
| Perjuangan Kemerdekaan | Partai Nasional Indonesia (PNI) (Ir. Soekarno) | 1927 | Berjuang dengan asas non-kooperasi (tidak bekerja sama) dengan pemerintah kolonial. |
3. Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan (1945–1949)
Setelah proklamasi kemerdekaan (17 Agustus 1945), perjuangan kembali menggabungkan perlawanan fisik (melawan Belanda/NICA yang ingin berkuasa lagi) dan diplomasi.
| Bentuk Perjuangan | Contoh Peristiwa/Aksi | Keterangan Singkat |
| Perlawanan Fisik | Pertempuran Surabaya (10 Nov 1945), Peristiwa Bandung Lautan Api (Mar 1946), Serangan Umum 1 Maret (1949). | Perlawanan heroik rakyat dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) melawan Sekutu dan NICA. |
| Perjuangan Diplomasi | Perjanjian Linggarjati (1946), Perjanjian Renville (1948), Konferensi Meja Bundar (KMB) (1949). | Upaya para pemimpin (Soekarno, Hatta, Sutan Syahrir) untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan Indonesia secara resmi di mata internasional. |
💡 Mengapa Perlawanan Fisik Tradisional Selalu Gagal?
Kegagalan perlawanan sebelum abad ke-20 disebabkan oleh faktor-faktor utama:
Sifat Kedaerahan: Penjajah mudah memindahkan pasukan dari satu daerah ke daerah lain.
Kalah Teknologi: Perbedaan jauh dalam persenjataan.
Ketergantungan Pemimpin: Penangkapan pemimpin (seperti Diponegoro, Pattimura, atau Tuanku Imam Bonjol) langsung melumpuhkan pergerakan.
Taktik Devide et Impera: Penjajah berhasil memanfaatkan perselisihan internal di kalangan bangsawan/kerajaan.
Perubahan strategi menjadi Pergerakan Nasional membuktikan bahwa Persatuan dan Organisasi Modern adalah kunci utama untuk mencapai kemerdekaan.


Tidak ada komentar